A directory

Menuntun Anak Mencintai Diri Sendiri

Posting Komentar


Sebuah tulisan untuk salah satu anak yang super spesial di keluarga kami. Terlahir dengan jarak berdekatan dengan kakak juga adiknya, membuat anak ini sedikit kurang perhatian. Ah iya ini jadi PR besar kami, dan bisa jadi karena kesalahan kami yang harus kami bayar, meski sudah bertahun-tahun lamanya usaha ini kami lakukan. Menuntunnya untuk mencintai diri sendiri.

Sejarah kelahiran dan kelalaian yang fatal


Semua berjalan wajar, kehamilan yang normal dan lahir sebagai bayi perempuan yang cantik. Hingga suatu masa, bayi mungil ini mengalami demam tinggi sampai kejang dan membiru. Beberapa saat tak bernafas, sampai rasanya hampir lewat.

Di masa bayi, ia mengalami Perkembangan selanjutnya, meski tak terlihat atau barangkali kami abai. Ia mengalami speech delay. Kelalaian yang selanjutnya tak kami sadari, dan menganggap hal yang biasa, pelat atau belum jelas saja ngomongnya.

Hingga di usia masuk sekolah pun gaya bicara agak kurang jelas. Meski terus diupayakan untuk berlatih bicara, dengan sabar. Syukurnya anak juga semangat belajar bicara dengan baik, namun gerakan lidahnya tak seluwes anak lainnya, bermasalah di lidah dan otot-otot rongga mulut sehingga beberapa huruf terbaca tak semestinya. Syukurnya lagi, kemampuan membaca normal bahkan lebih cepat dari anak-anak yang lain, begitu juga dengan kecerdasannya, ia mampu mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik dan prestasi akademik juga bagus.

Berhubung banyak suku kata yang tidak bisa diucapkan dengan sempurna, membuat malas bicara ketidaksempurnaan dalam hal bicara terbawa sampai dewasa. Meski perlahan mulai membaik dan hanya tuna di beberapa huruf saja.

Ketidakpercayaan diri dan sosial skill yang rendah


Ketidaksempurnaan ini membuatnya tidak nyaman berteman. Resiko dari speech delay salah satunya ia menjadi tertekan dan lebih memilih mengisolasi diri. Ia juga rentan mengalami fobia sosial (social anxiety disorder) yang menyebabkan kecemasan berlebihan dan takut berada di tempat umum yang ramai. Sekolah dasar dilaluinya dengan menyendiri. Enam tahun di sekolah hanya dihabiskan di perpustakaan kala waktu istirahat tiba. Hampir semua buku yang ada di perpustakaan sudah dibacanya.

Tidak bisa berteman, skill sosial rendah dan ketidakpercayaan diri yang minim menjadi masalah hingga saat ini. Beberapa ciri negatif ini ada pada dirinya seperti:
  1. Perasaan rendah diri
  2. Tidak dapat berinteraksi dengan orang lain
  3. Tidak mampu bersikap tegas
  4. Sangat sensitif terhadap kritikan

Menuntun anak mencintai diri sendiri


Kami harus struggle, membersamai anak yang satu ini. Beneran, ujian atas kelalaian kami dulu, kini harus dibayar mahal. Salah satu yang harus kami lakukan adalah menumbuhkan cinta diri sendiri dan percaya diri. Karena rasa percaya dirinya sangat rendah meski, dari sisi fisik maupun akademisi lebih baik dari anak-anak yang lain. Kelebihan dan sisi positif juga banyak, sayangnya, dimotivasi seperti apapun, jawabnya hanya gelengan kepala.
"Kamu bisa kok".
Jawabnya, " Nggak bisa. "

Terapi untuk ini, menuntunnya agar mencintai diri. Bahkan dalam agama kita, sampai ada larangan menzalimi diri sendiri lho. Itulah makanya, bunuh diri dalam Islam itu dilarang banget, Allah sangat murka pada orang yang bunuh diri. Jangankan bunuh diri, berpuasa terus menerus tanpa berbuka juga nggak boleh, atau sakit memaksa diri berpuasa juga jatuhnya dzolim, dan itu nggak boleh. Tuh kan, Allah saja begitu cinta pada hambaNya terus kitanya nggak cinta pada diri sendiri…sayang banget

Gimana sih cinta pada diri sendiri itu?


Banyak hal yang menunjukkan cinta diri atau self love. Maka kami mencoba menuntun anak super kami ini dengan beberapa terapi.

Pertama, dari sisi ruhiyah


Selalu mendekatkan diri pada Allah hingga hati kita terpaut pada Allah. Melaksanakan ibadah yang menjadi jalan agar kita lebih dekat dengan Allah. Mengisi qolbu dzikrullah sehingga tetap terhubung dengan Allah.

Nah kalau sudah begini, hati kita jadi tenang, jauh dari rasa sedih dan galau. Karena kedekatan kita pada Allah membuat kita menyerahkan segala urusan pada Allah setelah ikhtiar maksimal kita. Jadi kita selalu optimis dan memandang apapun yang terjadi baik itu susah senang dengan lapang dada.

Kedua, dari sisi fikriyah


Pemikiran kita juga harus diisi dengan wawasan yang luas sehingga bisa memandang segala sesuatu dengan berbagai sudut pandang. Tidak sempit memaknai setiap kejadian dan nggak gampang overthinking. Fokus pada apa yang bisa kita kendalikan dan tidak ambil pusing dengan segala sesuatu yang di luar kendali kita.

Ketiga dari sisi jasadiyah kita


Yakinlah apapun adanya diri kita, ini adalah bentuk yang terbaik yang paling pas untuk ruh dan fikriyah kita. Allah menciptakan kita dengan sebaik- baiknya bentuk dan memuliakan ciptaanNya, jadi nggak ada alasan bagi kita untuk minder, insecure dan merasa kurang dengan bentuk fisik kita.

Siapa kita, berani-beraninya merendahkan ciptaan dari yang Maha Sempurna? Jadi hargailah diri kita, respect pada diri sendiri maka orang lain juga akan respect. Tak akan ada orang yang bisa merendahkan kita, kecuali kita mengizinkannya. Contohnya nih:
Kita nggak mandi sampai bau dan membuat orang lain nggak mau dekat, siapa yang merendahkan diri. Orang lain yang nggak mau mendekati kita? Tentu bukan, kitanya yang merendahkan diri dengan tidak mandi.
Iya kan.

Penutup


Jalan yang kami lalui memang tak mudah, baik dari sisi orang tua maupun anak itu sendiri. Namun, kesalahan kami harus dibayar dengan kerja keras ini. Menuntun anak mencintai diri sendiri agar lebih percaya diri. Mengabaikan kekurangannya dan memupuk kelebihannya. 

Yuk anakku,kamu diciptakan dengan sebaik-baiknya bentuk. Jangan rendahkan dirimu, karena itu artinya kamu merendahkan penciptamu. Boleh jadi kami punya kekurangan, tapi kamu juga punya banyak kelebihan. Fokus pada kelebihanmu. Terus dan terus upgrade kelebihanmu.
Tami Asyifa
Seorang ibu dengan 7 anak, saat ini sedang menikmati menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya tapi tetap produktif. Pendidikan dan literasi adalah bidang yang menarik bagiku.

Related Posts

Posting Komentar