A directory

Rumah Tanpa Jendela, Sebuah Persahabatan Tanpa Batas

12 komentar
Review Buku Rumah Tanpa Jendela Persahabatan tanpa batas

Assalamu'alaikum Readers,
Sebuah rumah layaknya berjendela, agar cahaya mentari terbingkai. Apa jadinya rumah tanpa jendela? Asma Nadia menyampaikannya dalam rangkaian cerita yang menyentuh sisi kemanusiaan.

Melihat buku ini diminati oleh anak bungsuku si 10 tahun, membuatku memaksakan diri membaca terlebih dahulu agar saat ia selesai membaca bisa melakukan refleksi bersama. Ini untuk melatihnya memahami isi bacaan dan cara belajar bahasa Indonesia ala kami sebagai praktisi homeschooling. Sejak ia mulai suka membaca buku minim gambar, bukan komik lagi, novel-novel koleksi kami mulai menjadi sasarannya. Seneng sih, karena minat bacanya sudah meningkat. Sayangnya selama kami di Nunukan jadi jarang beli buku bacaan karena tak ada toko buku, sesekali beli online atau saat Abi-nya ke Tarakan diusahakannya belanja buku sebagai oleh-oleh.

Kemarin saat belanja seefisien mungkin karena tak ingin berlama-lama di luar rumah, buku ini kami pilih karena judulnya menarik dan membuat penasaran. Buku lama sebenarnya, terbit sejak tahun 2017 lalu. Tapi masih relevan untuk saat ini. Terutama cocok juga dibaca oleh anak-anak. 

Review Buku Rumah Tanpa Jendela


Blur :

Jendela, tak ubahnya sepotong cinta, dengannya bisa terlihat keindahan mata-Mu dan menyelami ke dalam laut-Mu. Dengannya aku mencintai hujannya gunung serta kilau pasir, dan saat lelah menyapa tak sungkan kutitipkan mimpi pada awan putih-Mu yang melintas senja hari. 

Identitas Buku

identitas buku yang di review
Judul Buku : Rumah Tanpa Jendela
Penulis : Asma Nadia
Editor : Triana Rahmawati
Ilustrator : Resolusi Media
Penerbit : Republika
Tahun Terbit : Cetakan l, Oktober 2017
ISBN : 978-602-0822-86-0
Tebal Halaman : vi + 215 halaman
Dimensi Buku : 13,5 x 26,5 cm
Harga : Rp. 42.000,-

Sekilas Tentang Penulis

Asma Nadia adalah nama pena Asmarani Rosalba, seorang penulis terkenal kelahiran Jakarta, 23 Juni 1972 dari pasangan Amin Usman dan Maria Eri Susanti, seorang mualaf dari Medan. Cerpen- cerpennya menghiasi berbagai media cetak pada jamannya, seperti ummi dan Annida, sementara novel- novelnya sering menjadi best seller dan beberapa diantaranya diadopsi ke layar lebar.

Asma Nadia adalah penulis best seller yang paling produktif. Setidaknya sudah menghasilkan lebih dari 50 buku novel, kumpulan cerpen, juga non fiksi. Berbagai penghargaan di bidang penulisan juga kerap diraihnya. Novel terpuji, novel terbaik, buku remaja terbaik, cerpen terbaik, tokoh perbukuan islam Ikapi, penulis fiksi terfavorit dan filmnya pun sering menjadi film terbaik.

Bersama kakak kandungnya, Helvy Tiana Rosa yang penulis juga mendirikan sebuah komunitas kepenulisan Forum Lingkar Pena (FLP). Sedangkan bersama suaminya Isa Alamsyah mendirikan perusahaan penerbitan Asma Nadia publishing serta Komunitas bisa Menulis (KBM) yang fenomenal dan digemari ibu-ibu.

Sinopsis


Sinopsis buku yang direview
Rara adalah seorang gadis yang tumbuh dan tinggal di kampung kumuh, sebuah perkampungan pemulung. Rumah-rumah berdinding triplek berdempetan tanpa jendela. Meski hidup dalam keterbatasan, namun berlimpah kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ajaran agama dari kedua orang tuanya juga diterima baik oleh Rara sehingga ia tumbuh menjadi anak yang dekat dengan agama dan berakhlak mulia yang digambarkan sejak bab pertama dengan judul Gadis Kecil Dan Doanya.

Di kampungnya Rara bersahabat dengan Yati, satu-satunya sahabat perempuannya, Rafi dan Akbar. Mereka belajar di sekolah singgah yang dirintis oleh Bu. Alia, seorang gadis manis yang sedang galau karena di jodohkan oleh orang tuanya dengan seorang pemuda yang berwatak kasar dan egois. Sementara disaat yang sama ada seorang pemuda seumuran yang menaruh hati padanya.

Kecelakaan yang dialami ibunya membuat Rara kehilangan calon adik lalu ibunya menyusul pada hari ke 4 saat dirawat di rumah sakit. Kini ia diasuh oleh neneknya dan bude Asih kakak Bapaknya. Namun karena pekerjaan haram yang dilakukan bude Asih, membuat Bapak Rara marah dan mengusirnya dari rumah.

Impian Rara mempunyai rumah berjendela agar bisa menangkap cahaya matahari tak pernah surut. Terkadang ia masuk melalui pintu yang terbuka yang membawanya ke dalam dunia mimpi. Di dunianya itulah ia merasakan kebahagiaan. Rumah besar berjendela dengan halaman penuh taman, memberi rasa nyaman setelah penat yang mendera saat harus bekerja. Mengamen, mengojek payung, mengelap mobil dilakukan oleh anak berusia 10 tahun itu agar bisa menabung untuk mewujudkan mimpinya mempunyai rumah berjendela.

Jendela…
Bukan cuma rumah
Yang butuh jendela
Tapi juga jendela di setiap hati kita

Saat Rara sedang mengojek payung sebuah mobil menyerempet nya, di situlah awal perkenalannya dengan Aldo. Seorang anak down syndrome yang tidak bisa diterima sepenuh hati oleh Ibu dan kakak perempuannya. Mereka malu mempunyai anak dan adik seperti Aldo. Persahabatan terjalin antar keduanya setelah Rara dirawat di rumah sakit karena kecelakaan itu, terlebih Nenek Aldo melihat ketulusan dan penerimaan Rara kepada Aldo.

Impian Rara mempunyai rumah berjendela berusaha dipenuhi oleh Bapaknya. Suatu hari Rara mendapat kejutan, sebuah jendela telah terpasang di rumah, kata Bapaknya. Tentu saja ia bahagia. Namun ketika membuka mata, jendela itu hanya dinding triplek yang dilukis oleh Bapaknya. Ia kecewa dan marah pada Bapaknya.

Dari marahan Rara itulah Raga, Bapak Rara berusaha bekerja lebih giat lagi agar bisa membuat jendela untuk Rara, hingga suatu hari Raga bisa membeli jendela bekas dan bergegas pulang ke rumah. Namun sayang, api dan asap pekat mengepung kampung mereka. Kebakaran. Terbayang ibunya dan Rara anak gadisnya. Seketika ia berlari berusaha menyelamatkan. Sayangnya Rara tak ada dan hanya perempuan tua yang terkulai lemas. Saat menyelamatkan ibunya itulah, balok kayu membara menimpa tubuhnya. Ia meninggal saat dalam perawatan di rumah sakit.

Kamu bisa mengenali pribadi seseorang ketika sebuah musibah terjadi (halaman :107). Begitu juga ketulusan Aldo dan neneknya. Saat Bapak Rara meninggal dan Neneknya dirawat, mereka lah yang peduli pada Rara. Aldo dan Nenek membawa dan menghibur Rara hingga sedikit bisa melupakan kesedihannya.

Suatu hari, Aldo melihat kemarahan kakaknya Andini yang kecewa dan malu pada Aldo yang sudah merusak acara ulang tahunnya. Dan tak sengaja mendengar ibunya marah karena cincin berliannya hilang setelah teman-teman Aldo dan Rara main ke rumah. Aldo berlari dari rumah dan menjumpai Rara di rumah sakit yang tengah menunggu neneknya.

Setelah sadar Aldo tidak ada di rumah, semua orang panik mencarinya. Dugaan kuat Aldo ada di rumah sakit bersama Rara, tapi tak ada. Adam kakak Aldo bersama Alia berusaha terus mencarinya hingga akhirnya mereka menemukan orang gila yang sedang mengganggu anak-anak kecil, yang Aldo dan Rara.

Setelah kejadian itu, Ratna ibu Aldo sadar meski anaknya tak senormal yang lain, ia tetap berhak mendapat kasih sayang dan perhatian. Sedangkan Rara hidup bahagia dengan neneknya pada sebuah rumah yang berjendela.

Bagian Lain Buku Ini

Selain novel berkisah rumah berjendela impian Rara, pada buku ini juga ada cerpen tentang Rara yang lain. Si 9 tahun yang juga bermimpi punya rumah berjendela.
Rumah imut
Dengan dinding hijau lumut
Jendela-jendela besar yang menjaring matahari
Dan halaman mungil berumpun melati


Rumah-rumah sederhana di kolong rel kereta itu tak mungkin berjendela meski Rara berusaha keras dengan menabung. Hingga suatu hari, tetangga Rara protes karena anak-anak mereka pun meminta jendela seperti Rara.

Perjalanan Dari Buku ke Film

Asma Nadia juga menuliskan pertemuannya dengan Aditya Gumay hingga kesepakatannya mengangkat novel ini menjadi sebuah film musikal anak. Wah ternyata ada filmnya juga tho, Masya Allah. Film Rumah Tanpa Jendela rilis setelah film Emak Ingin Naik Haji.

Selain novelnya yang best seller, Asma Nadia juga film makers yang konsisten dengan syiar keislaman. Beberapa filmnya bahkan menjadi film terlaris dan menjadi nominasi Festival Film Bandung (FFB).

Insight Setelah Membaca Novel Ini

Membaca novel ini langsung terbayang rumah-rumah kumuh di perkotaan dengan segala pernik-perniknya. Pemulung adalah pekerjaan yang dipandang sebelah mata meski kehadirannya sangat berarti.

Saling menghargai sesama manusia

Kita tak pernah bisa memilih menjadi apa, termasuk ketika takdir menjadikan kehidupan kita terlihat tak berguna. Menjadi pemulung sering dianggap tak berguna padahal sebenarnya mereka sangat berarti. Apa jadinya tumpukan sampah tanpa dipilah, dimanfaatkan lagi yang masih bisa didaur ulang? Tentu sampah-sampah itu akan menggunung terlebih jika sampah itu tak terurai. Pemulung adalah pahlawan lingkungan. Tak layak kita memandangnya sebelah mata.

Kasih sayang dan penerimaan

Segala keterbatasan tak mengurangi kasih sayang, seperti itulah keluarga Rara. Penerimaan yang tulus membuat membuat mereka bahagia meski dalam keterbatasan. Sebaliknya, meski berlimpah harta, Aldo mengalami penolakan yang membuatnya merasa tak berguna sehingga kabur dari rumah. Kelainan dari lahir yang disandangnya, membuatnya tersisih dari keluarga terutama kasih sayang yang diharapkan dari ibunya.

Tolong menolong pada sesama

Kala Allah menganugerahkan kelebihan bukan untuk membanggakan diri dan merasa lebih dari yang lain. Sementara jika Allah menguji dengan kekurangan tak harus membuat kita rendah diri. Kelebihan dan kekurangan jika dibalut dengan akhlak yang mulia akan menjadi jalinan yang indah. Saling tolong menolong dan meringankan beban akan menjadi kebiasaan yang ringan dilakukan.

Analisis


Sebagai penulis buku paling produktif dan terkemuka di tanah air ini, Asma Nadia mampu memaparkan cerita dengan runtut, apik dan menarik. Konflik demi konflik tersaji begitu saja, terkesan datar meski tiap tokoh menghadapi konflik masing-masing, Rara dengan impian dan musibah yang bertubi, Alia dengan kegalauan perjodohan yang dipaksakan dan Aldo dengan penerimaan yang tak sepenuhnya dari ibu dan kakaknya.

Tema yang diangkat pada novel ini juga biasanya saja, standar kehidupan penuh ujian untuk seorang anak yang terlahir dengan keterbatasan dan berakhir dengan bahagia. Begitu juga dengan karakter tokohnya, karakter baik yang khas tanpa cela, sisanya antagonis sebagai penyeimbang. Digambarkan dengan gamblang, kita langsung bisa membayangkan bagaimana sosok Rara yang ceria dan punya dunia mimpi, Raga, ayah Rara yang sabar dan pekerja keras. Alia, guru sukarelawan yang baik hati, Aldo si anak spesial yang kesepian.

Klise sebuah kata sebuah kata yang pas untuk menggambarkan ending dari cerita ini. Aldo pergi dari rumah, perasaan kehilangan, ibu dan kakaknya yang akhirnya sadar dan menerimanya, serta Rara yang mendapatkan impiannya.

Kelebihan dari novel ini

Novel ingin termasuk bacaan ringan yang tak membuat dahi berkerut, cocok sebagai hiburan dikala senggang, namun isi cukup menyentuh sisi kemanusiaan kita.
Mengajak pembaca untuk peduli pada sesama, bahwa disekitar kita banyak yang tak seberuntung kita. Bahkan pada hal-hal yang kita anggap biasa saja, bagi mereka luar biasa sampai menjadi sebuah impian dalam hidup. Bahasanya sederhana, mudah dipahami bahkan oleh anak-anak. Menyelipkan pesan sosial dan dakwah Islam dengan sangat halus.

Kekurangan buku ini

Standar aja sih, bahkan saat bertanya pada anak yang kemudian membacanya, ia jawab B aja. (Maksudnya biasa aja). Kalau dibanding living book yang disarankan dalam metode Charlotte Mason ya nggak masuk kriteria. Cukup sebagai bahan bacaan untuk mengisi waktu dan menambah jam terbang membaca buku bagi anak-anak. Tetapi jika harapannya memberi makna yang mendalam, masih kurang gregetnya. 

Penutup 

Menggambarkan persahabatan tanpa batasan status sosial, novel rumah tanpa jendela cocok jadi bacaan anak-anak, aman deh kalau anak-anak baca buku ini. Bagi orang dewasa, jika berminat tak masalah juga membacanya, setidaknya masih bisa diambil hikmah terutama dalam pengasuhan. Mencintai anak-anak kita dengan tulus apa pun kondisinya , termasuk segala hal yang menurut kita merupakan kekurangan, mendidik dengan pemahaman agama meski dalam kondisi penuh keterbatasan dan mendidik anak tanpa tanpa kekerasan agar tumbuh fitrah kasih sayangnya. 

Membeli dan membaca novel ini juga turut berpartisipasi dalam kemajuan tulisan bertema sosial dan dakwah. Dengan skala 0-5, poin 3 buat novel ini. Lumayan jika ingin menambah koleksi buku bacaan. Selamat membaca dan tetap semangat!










Tami Asyifa
Seorang ibu dengan 7 anak, saat ini sedang menikmati menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya tapi tetap produktif. Pendidikan dan literasi adalah bidang yang menarik baginya.

Related Posts

12 komentar

  1. Emang keren Asma Nadia, buku-bukunya selalu sukses menjadi film yang menjual, even saya lebih suka sang kakak, Helvi Tiana Rosa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget. Iya saya juga lebih suka bukunya mbak Helvi, lebih dalem menurutku sih.

      Hapus
  2. "Jendela, tak ubahnya sepotong cinta..."
    Unyu banget sii, bikin kesengrem

    Makasih reviewnya ^^

    BalasHapus
  3. Pernah nonton filmnya, tapi belum baca bukunya... hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah saya malah baru tahu ada filmnya setelah baca bukunya... 😃

      Hapus
  4. Akh bagus banget review nya, jadi pengen punya bukunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sok atuh, lumayan buat koleksi. Murah juga kok.

      Hapus
  5. Seneng ya anaknya mau baca buku.
    Kayaknya aku pernah nonton filmnya. Kalau bukunya belum.
    Dari sebuah jendela bisa menjadikan kisah yg inspiratif

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Seneng banget. Author mah kreatif, tema sederhana bisa jadi tulisan apik.

      Hapus
  6. Pas baca reviewnya, ahaa...benar ini buku sudah difilmkan. Ingat pernah nonton film ini di televisi. Ceritanya memang biasa ya mbak...kalau filmnya lumayan greget karena ada visualisasinya.

    Btw, sepertinya ada yang typo di kalimat setelah insight, jadi agar rancu gitu. Mungkin maksudnya dengan segala pernik-perniknya. Maaf ya... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banget masukannya mbak. Seneng deh dapat krisan gini. Iya nih suka typo dan kelewat saat di edit.

      Hapus

Posting Komentar