A directory

Sapardi Djoko Damono : Dalam Sebuah Kenangan

10 komentar
Sapardi  Djoko Damono dan kenangan



Bahagia, satu kata ini cukup untuk mewakili perasaanku ketika mendapati namaku berada dalam sebuah grup kecil bertitel Sapardi Djoko Damono dari sebuah grup besar komunitas one day one post (ODOP). Pertama, karena aku berhasil melalui proses open recruitment yang diselengarakan oleh komunitas ODOP untuk konsisten menulis dan posting di blog mulai hari ini hingga 40 hari ke depan. Dan yang kedua, karena aku masuk dalam grup kecil dengan nama grup seorang sastrawan idolaku.

Sebagai ungkapan bahagiaku, pada kesempatan pertama memulai tantangan menulis one day one post angkatan 9 kali ini, aku akan memberikan ruang buat sastrawan idolaku.Semoga dengan mengenang beliau, bisa memelihara semangat menulis dan terus konsisten menulis.

Jejak kehidupan Sapardi Djoko Damono

Jejak kehidupan Sapardi


Banyak yang mengakui bahwa Sapardi adalah salah satu satrawan terbaik di Indonesia era kini. Terbukti dengan berbagai penghargaan yang pernah diterimanya baik dari dalam negeri maupun luar negeri atas karya sastranya.

Terlahir di Solo pada tahun 1940, kurang lebih seusia dengan Alm. bapak maupun mertuaku. Bahkan kemarin sempat menghalu, jangan-jangan Sapardi seangkatan dengan bapak mertua di Universitas Gajah Mada (UGM) hanya beda jurusan. Sapardi di Fakultas Sastra, sedangkan bapak mertua di Fakultas kehutanan. Apa daya tak bisa mengkonfirmasi karena beliau juga sudah almarhum sejak lima tahun yang lalu.

Penyair yang berpendidikan tinggi hingga program doktor ini, menghabiskan masa kecilnya di kota Solo. Menempuh pendidikan sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas juga di kota Solo, kemudian melanjutkan strata satunya pada jurusan sastra Inggris UGM dan S2 di Universitas Hawaii Honolulu Amerika Serikat. Sementara gelar doktornya diperoleh di Universitas Indonesia.

Kariernya selalu lekat dengan dunia pendidikan. Tercatat selain sebagai dosen sastra di UI beliau juga dosen di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Bahkan dalam kurun 1995-1999, Sapardi Djoko Damono adalah Dekan Fakultas Ilmu Budaya UI.

Sapardi dan karya sastranya

Sebagai pendidik dan sastrawan, Sapardi cukup produktif menghasilkan karya sastra terutama puisi. Setidaknya ada 5 karya sastra terbaiknya dalam dunia literasi di Indonesia seperti Hujan di Bulan Juni, Yang Fana Adalah Waktu, Duka-Mu Abadi, Bilangnya Begini Maksudnya Begitu, dan Manuskrip Sajak Sapardi.

Selain buku kumpulan puisi, Sapardi juga menulis novel. Trilogi Hujan di Bulan Juni yang terdiri dari Novel Hujan di Bulan Juni, Pinkan Melipat Waktu dan Yang Fana Adalah Waktu.

Hujan di Bulan Juni

"Hujan, "bisiknya entah kepada siapa. Salah satu cuplikan dialog pada novel Hujan di Bulan Juni karya Sapardi yang diterbitkan Gramedia ini mengisahkan tentang Sarwono yang sedang berada di Jogjakarta dan terjebak hujan saat di Malioboro.

Angin, dari bukit yang masuk lewat jendela matamu
Sehabis mengemas warna
Aroma bunga di terjal perbukitan saja.
"Kamu ini cengeng Sar, jualan gombal, " komentar Pingkan.

Novel ini mengisahkan hubungan Sarwono dengan Pinkan yang terpisah jarak ketika Pinkan harus melanjutkan sekolah ke Jepang juga ada larik-larik syair yang puitis, dan ini keahlian Sapardi. Novel ini tuh nyastra banget, membacanya butuh penghayatan. Karena aku dari kecil suka bahasa sastra jadi novel ini masuk dalam daftar koleksi buku di rumah meski anak-anak pada menyerah saat diminta membaca novel ini. Kata mereka novelnya susah dipahaminya.

Novel Hujan di bulan juni

Yang kukenang dari Sapardi selain novel Hujan di Bulan Juni

Puisi - puisinya yang populer. Yah, bagiku ia adalah salah satu penyair favorit. Jika dirunut dari jaman pendahulunya, setelah sang "Aku" Chairil Anwar, lalu si burung merak WS. Rendra dan kini Sapardi Djoko Damono. Tentu kita tak asing dengan cuplikan - cuplikan puisi berikut ini:

Tak ada yang lebih tabah dari hujan di bulan Juni
Dirahasiakan rintik rindunya kepada pohon berbunga

(Hujan di Bulan Juni)

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu

(Aku Ingin)

Yang fana adalah waktu
Kita abadi memungut detik demi detik
Merangkainya seperti bunga

(Yang Fana Adalah Waktu)

Meleleh rasanya hati saat membaca puisi-puisinya Sapardi Djoko Damono ini. Pantas memang jika syair - syairnya yang dituliskannya tak lekang oleh waktu. Kata-kata yang sederhana namun maknanya tidak sederhana. Imajinatif luar biasa, begitu mendalam hingga menukik ke dalam kalbu, tak hilang dalam ingatan, maknanya luas dan selalu relevan. Tak aneh jika frasa hujan di bulan Juni menjadi ikonik sekali hingga tiap mendengar frasa hujan di bulan Juni pikiran kita langsung tertuju pada sang penyair.

Berpulangnya sang sastrawan

Minggu, 19 Juli 2020. Timeline pada facebook maupun grup whatapps tiba-tiba ramai dengan berita yang mengabarkan berpulangnya sang sastrawan ini. Beliau meninggal dunia pada pukul 09.17 wib di rumah sakit Eka Hospital BSB Tangerang Selatan akibat sakit yang dideritanya.

Kini sastrawan terbaik itu telah pergi untuk selamanya. Namun torehan karya-karyanya akan selalu abadi, seperti yang tersirat dalam salah satu puisinya:

Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau tak akan kubiarkan sendiri

(Pada Suatu Hari Nanti)

Penutup

Selamat jalan Sapardi Djoko Damono, setahun lebih jasadnya terkubur dari fananya dunia. Namun, karya-karyanya akan tetap menjadi kenangan. Darinya kita belajar tentang sebuah legacy. Saat dirimu tiada legacy apa yang ingin kau tinggalkan? Apakah sebatas harta benda atau suatu nilai kebaikan yang akan dikenang selamanya?

Maka menulislah. Menulis untuk meninggalkan jejak-jejak kebaikan agar menjadi inspirasi atau minimal kenangan bagi generasi setelah kita.

Tami Asyifa
Seorang ibu dengan 7 anak, saat ini sedang menikmati menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya tapi tetap produktif. Pendidikan dan literasi adalah bidang yang menarik bagiku.

Related Posts

10 komentar

  1. Terimakasih artikelnya, jadi lebih tahu tentang Alm Sapardi. Meski aku gak begitu suka puisi, hehe.

    BalasHapus
  2. Hai Mba, kita se-grup. saya juga seneng banget waktu dimasukkan dalam grup bernama salah satu sastrawan besar ini. Dan terima kasih untuk infonya terkait sosok hebat ini. saya sendiri kurang suka puisi tetapi membaca penggalan2 bait puisinya rasanya saya mau meleleh hehehe

    BalasHapus
  3. MasyaAllah...kereen banget mb, aku tercerahkan dengan artikel ini ttg pak Sapardi

    BalasHapus
  4. tulisannya yang begitu subhanallah.
    semoga selalu menginspirasi. :)

    BalasHapus
  5. alhamdulillah ada ng membahas soal bapak sapardi, agaknya aku harus mengulik lebihd alam lagi, agar lebih mencintai sastra Indonesia...

    BalasHapus
  6. Duuh emang merinding baca puisi-puisi beliau ya kak. Btw aku suka quote terakhirnyaa kk aku adopsi ya kak :)

    BalasHapus
  7. Wah keren, menulisnya sesuai dengan nama grup kecil
    Btw salam kenal secara online di blog ya kak

    BalasHapus
  8. Salam kenal Mba, setuju banget menulis untuk berbagi inspirasi :)

    BalasHapus
  9. Keren mbak, saya juga menyukai karya beliau

    BalasHapus

Posting Komentar